Di tengah Desa Muara Ninian yang tenang dan asri, berdiri megah sebuah bangunan kuno yang telah menjadi saksi bisu perjalanan waktu—Rumah Batu, peninggalan tahun 1926. Rumah ini merupakan satu dari sedikit bangunan bergaya arsitektur Eropa kolonial yang masih kokoh berdiri di Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan.

Dikenal dengan sebutan "Rumah Batu" oleh warga setempat, bangunan ini dinamai demikian karena sebagian besar pondasi dan dinding depannya menggunakan material batu dan beton. Rumah ini memiliki denah berbentuk huruf U, atap tinggi khas bangunan Eropa setinggi sekitar 12 meter, serta luas bangunan mencapai 20 x 20 meter.

Arsitekturnya mencerminkan perpaduan gaya kolonial dengan sentuhan lokal. Interiornya menggunakan teraso warna-warni, dengan perbedaan pola lantai pada ruang tamu dan kamar—menunjukkan tingkat kemewahan pada masanya. Atapnya terbuat dari sirap dan kayu pilihan, walau kini sebagian telah mengalami perbaikan karena faktor usia.

Rumah ini dulunya dimiliki oleh Alm. H. N. Iffansjah Hanafie bin Handran, seorang pengusaha karet sukses asal desa. Meski bukan dibangun oleh penjajah, gaya Eropanya terinspirasi dari kunjungan sang pemilik ke luar negeri—menjadikan rumah ini simbol keterbukaan dan kemajuan di masa lalu.

Dalam perjalanannya, Rumah Batu juga memiliki nilai sejarah tinggi. Pada masa pergolakan tahun 1959–1963, rumah ini pernah digunakan sebagai markas TNI dan aparat keamanan dalam menghadapi gerakan pemberontakan Ibnu Hajar. Fungsi strategisnya kala itu menambah kekayaan cerita yang dimiliki bangunan ini.

Kini, rumah ini masih dihuni oleh keturunan keluarga Hanafie dan telah ditetapkan sebagai situs cagar budaya oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) sejak tahun 2016. Pemerintah daerah, organisasi kebudayaan, hingga rombongan studi sejarah terus berdatangan sebagai bentuk kepedulian terhadap pelestarian warisan ini.